Tulisan ini dibuat dengan setulus hati oleh seseorang berawal dari imaginasi dan kekayaan dan kekuatan tulisan.
“Sampah!”dan
kumpulan kertas itu melayang, menghantam telak wajah memohon pemuda itu.
“Jangan
kembali jika tak bisa lebih baik dari itu!” Gaudre mendengar seruan pria
setengah baya, dosen pembimbingnya ditengah- tengah usahanya memungut skripsi
yang kini acak- acakan.
Dengan
ekspresi kecewa pemuda itu berjalan keluar dengan skripsi siap jadi di remasan
tangannya.
“Aku
sudah 22 tahun dan masih diperlakukan seperti bocah? Sial!”rutuk Graude Megula
setelah keluar dari ruangan sang dosen pembimbing.
Dia,
pemuda sial itu adalah Gaudre Megula, 22 tahun, seorang mahasiswa tingkat akhir
di Universitas Gunung Agung, sebuah perguruan tinggi terkemuka yang mencetak
paranormal, pemburu hantu, ahli perjodohan, peramal, diplomat Maib (Manusia-
Gaib), hingga sarjana teknologi hantu paling produktif yang pernah ada.
Ia
dituntut meneliti langsung kehidupan gaib, bukan hanya mendengar dari kisah
pengalaman teman- teman dari fakultas paranormal maupun pemburu hantu.
Dari
salah seorang teman di fakultas pemburu hantu, Gaudre menemukan sebuah nama
kakek tua yang dapat membuka jendela yang menghubungkan dunia manusia dan para
hantu. Biasanya ia hanya mau melakukan itu jika para diplomat Maib yang
meminta. Berhubung teman Gaudre adalah cucu dari kakek tersebut, jadi ia mau
melakukannya.
Jendela
pembatas mengantarkan Gaudre ke sebuah gang dengan bangunan tinggi di kanan
kirinya yang tersusun dari bata- bata tua. Ia menyusuri. Tata letak kotanya
nyaris sama dengan di dunia manusia, hanya saja ia mengerti sekarang, para
hantu di dunia gaib tidak menyentuh kediaman manusia, mereka menempati lahan
kosong maupun rumah yang ditinggal setelah tiga hari. Bangunan- bangunan yang
Gaudre kenali di dunia manusia telah dirubuhkan atau tinggal puing di sini
berubah menjadi bangunan indah.
Para
hantu memiliki pekerjaan seperti halnya manusia. Namun mereka bekerja ketika
malam karena ketika siang mereka akan menjadi bening karena sinar matahari.
Secara fisik mereka juga sama dengan manusia, hanya saja sangat pucat, mata mereka hitam kelam, rambut juga sangat hitam dan tidak bercahaya. Selebihnya tak ada yang berbeda.
Fashion
di dunia gaib sedikit berbeda dengan manusia. Mereka lebih suka memakai pakaian
tertutup seperti mantel, jas, dress semata kaki, pokoknya apa saja yang menutupi
hingga pergelangan tangan dan mata kaki mereka. Semua termasuk pemain para
publik figur. Mungkin efek dari nuansa malam yang dingin.
Selama
di sana Gaudre tinggal di kostannya yang di dunia manusia karena memang kosong
ia tinggalkan, dan itu berarti bisa dipakai ketika di dunia gaib. Ia hanya
perlu memakai bedak tebal, soft lence paling gelap, dan sering memakai topi.
Kemudian
dia berperan sebagai mahasiswa seperti biasa di Universitas Gaib Agung untuk
bisa mengetahui lebih banyak tentang dunia gaib.
Tak
ada sistem absen di dunia gaib, memudahkan penyamaran Gaudre. Di dunia gaib,
kuliah berfungsi untuk menambah ilmu pengetahuan bukan untuk sebuah titel
seperti tujuan kuliah di dunia manusia.
Ketika
seorang dosen memberikan pertanyaan gaudre dapat menjawab dengan sempurna.
Kemudian ada pembagian kelompok kerja. Ia sekelompok dengan dua orang cowok
bernama Zuya dengan mantel abu- abu tebal dan rambut jabrik sedikit mencontoh
anime, Hopa yang tampak kalem dengan kacamata oval dan rambut shaggy style, ia
lebih suka menggunakan blazer hitam menutupi kemeja kotak- kotaknya, dan
seorang lagi adalah Chita, cewek yang tampaknya sangat banyak bicara, rambut
sepunggungnya diberi layer di mana- mana membuatnya seperti menjungkit, gadis
itu tampak lucu dengan terusan hitam selutu yang tertutup mantel coklat di
luarnya juga sepatu boat sebetis berwarna coklat.
“Kau
bukan hantu, kan?”kudengar seseorang berbisik di telingaku. Ternyata gadis
bacot itu yang berbicara. Mataku melotot kaget. Bagaimana dia bisa tahu?
“Tak
ada mahasiswa hantu yang pernah menjawab pertanyaan dosen sebelumnya. Dan kau
yang pertama.”jelasnya kemudian tersenyum jahil pada Gaudre yang masih shock
juga takut akan nasibnya ke depan.
Gaudre
terus mengelak sementara Chita terus ngotot dan menatap intens padanya ketika
sedang kerja kelompok di rumah Hopa. Rumah keluarga hantu ternyata sama saja
dengan manusia, ada foto- foto keluarga, keramik, sofa, perlengkapan dapur,
mereka memiliki miniatur tokoh kartun favorit. Yang berbeda, lampu berguna
hanya sebagai hiasan, mereka dapat melihat dengan baik dalam gelap dan ini
cukup membuat Gaudre kewalahan karena manusia kesulitan melihat dalam gelap,
sebaliknya hantu bukannya tidak bisa hidup di siang hari, namun mereka memiliki
kesulitan tertentu seperti halnya manusia ketika di tengah malam.
Makanan
para hantu sama dengan seorang animalian. Mereka tidak memakan tumbuhan namun
berbeda dengan kasus minum, mereka tetap cinta coklat hangat, kopi, bahkan
jahe. Gaudre sedikit senang para hantu tidak mengonsumsi darah ataupun daging
mentah, seperti yang sering ditayangkan di bioskop2 film hantu.
Untung
saja Gaudre seorang insomnia, karena di dunia gaib jam tiga malam dianggap jam
tiga sore.
Arah
kostan Gaudre searah dengan Chita dan ini cukup membuat Gaudre sebal karena
gadis hantu itu terus bertanya tentang keabsahan Gaudre sebagai hantu. Masih
diperparah hujan tumpah. Terpaksa mereka berlindung di emperan toko yang sudah
tutup karena waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Beberapa toko memang masih buka,
seperti toko 24 jam. Jalanan sudah lumayan sepi, hanya tersisa satpam yang
sedang berkeliling, beberapa anak berandal, orang- orang di cafe dan club
malam, dan mereka berdua yang terjebak hujan.
Matahari
sudah di ufuk timur dan Chita tampak tidak senang dengan silau fajar.
“Gaudre!
Wajahmu!”tiba- tiba gadis itu memekik sambil menatap wajah Gaudre dengan
saksama. Gaudre tahu apa yang terjadi. Pasti bedaknya luntur terhapus hujan.
Dengan satpam berkeliling dan berandalan sedang berkeliaran, ia khawatir
menjadi mangsa mereka dan tertangkap. Gaudre sama sekali tidak tahu apa
konsekuensinya.
Ternyata
Chita perduli pada Gaudre meski tak tahu apa alasan Gaudre menyamar dan
memasuki dunianya. Dengan sukarela dia memberikan bedaknya untuk Gaudre pakai,
mereka memosisikan diri menghadap etalase toko seolah sedang berbincang
pribadi.
Hujan
tak kunjung reda, kota sudah sangat sepi, dan semakin terang menyilaukan. Chita
tak membawa kacamatanya hingga dia sulit melihat dan sekarang wajahnya bening
tembus pandang memperlihatkan tengkorak kepalanya.
Karena
kostan Gaudre tidak jauh dari tempat mereka sekarang berteduh, mereka
memutuskan berdiam dikostan Gaudre lebih aman.
Chita
tampak senang dengan semua hal berbau manusia di kamar Gaudre.
“Tenang
saja. Aku memang banyak bicara, tapi tidak untuk rahasia sebesar ini.”aku Chita
karena melihat Gaudre tidak nyaman dengan keberadaannya.
Akhirnya
malah Gaudre menceritakan alasan ia berada di dunia gaib. Dia juga mendapat
banyak informasi penting tentang kehidupan hantu. Hantu bukanlah roh orang mati
yang tersesat atau apapun tentang kematian, mereka tercipta bersama dengan
terciptanya manusia meski dunia mereka terpisah. Toh hantu bisa mati juga.
Hantu memiliki hukum yang melarang memasuki dunia manusia kecuali untuk
hubungan diplomatik.
“Kalau
memang ada hukum yang melarang, bagaimana mungkin banyak pemburu hantu yang
menemukan keberadaan hantu mengganggu manusia?”tanya Gaudre mengingat
pengalaman para pemburu hantu yang harus bekerja keras membasmi hantu yang
menyebalkan.
“Itu
sebenarnya adalah para buronan. Biasanya mereka melarikan diri ke dunia
manusia. Mengurus buronan di dunia gaib saja sudah kewalahan, malah harus
mengurus yang kabur ke dunia manusia. Pihak keamanan cukup terbantu dengan
adanya para pemburu hantu.”
“Bagaimana
bisa mereka memasuki dunia manusia? Bukankah ada pintu pembatas?”
“Hantu
bisa memasuki dunia manusia tanpa melewati pintu pembatas, tapi mereka akan
kehilangan sebagian jiwa mereka. Oleh karenanya mereka menjadi tak terlihat dan
hanya bisa mengganggu seadanya. Tapi yang benar- benar kuat masih bisa
menampakkan diri meski akan kehilangan banyak energi setelah melakukannya di
hadapan manusia.”
Teknologi
hantu tak kalah canggih dengan manusia. Mereka memiliki seluler, laptop, hingga
kendaraan bermotor.
Chita
mencoba memakan spageti dan beberapa makanan manusia, hingga sayuran. Dan dia
suka. Ternyata tak apa hantu makan sayuran, ataupun minuman dingin. Hanya
karena mereka beraktivitas di malam hari jadi lebih suka makanan yang
menghangatkan. Tapi berhubung saat itu siang hari dan cuaca sedang panas-
panasnya, Chita mencicipi minuman soda dan memakan spageti instan.
Kehidupan
kuliah di dunia gaibnya aman- aman saja. Tiap mahasiswa bebas memilih jurusan
dan fakultasnya, yang melihat lulus atau tidak mereka dan mendapat gelar adalah
skripsinya. Langsung membuat skripsi juga tak apa tanpa kuliah dulu, yang
penting mereka bisa bertanggung jawab dan sangat mengerti dengan skripsi mereka
ketika sidang.
Jadi
Gaudre dengan leluasa belajar di sana, dalam sehari bisa saja dia berada di
kelas yang berbeda- beda. Seperti petang itu dia berada di kelas Hubungan Maib,
tengah malamnya di kelas Hukum, kemudian subuh di kelas Sospol. Itu
mempermudahnya mengetahui seluk beluk dunia pergaiban, mulai dari pendidikan,
karir, tatanan bahasa, kenegaraan, budaya, hingga hukum nikah dan perlindungan
anak dan wanita.
“Gaudre,
aku ingin melihat langsung dunia manusia.”kata Chita suatu hari di tengah-
tengah acara masak Gaudre yang dipaksa memasak buncis santan oleh gadis itu.
“Jangan
bercanda. Kau tak tahu konsekuensi dan seberapa berbahayanya dunia manusia
bagimu.”
“Kau
juga tak tahu seberapa berbahayanya berada di dunia gaib, tapi toh tetap
datang.”cibir Chita kemudian menyeruput jus jeruknya.
“Manusia
berbeda. Mereka tipe yang selalu ingin tahu urusan orang lain.”
“Hantu
juga begitu. Hanya saja aku terlalu baik dan tidak mengatakan apapun pada siapa
pun tentang identitasmu.”
“Tetap
saja berbeda. Bagaimana jika seseorang melihat wajahmu bening tertimpa sinar
matahari? Kau bisa dikira mengidap penyakit langka, atau malah dimuseumkan
karena dikira makhluk langka.”Gaudre sengaja memberikan gambaran hal- hal
terburuk untuk mematahkan niat Chita untuk pergi ke dunia manusia.
“Kan
ada kau. Aku ikut kau saja ketika kembali ke duniamu. Pokoknya aku ikut. Kau
harus tahu berterima kasih karena aku sudah sangat menjaga rahasiamu selama
ini.”gadis itu mulai pintar mengancam.
“Jadi
kau meminta pamrih?”sindir Gaudre sengit.
“Terserahlah
apa namanya, aku ikut.”
“Terserah
kau sajalah. Aku tidak tanggung akibatnya kau bermain- main di duniaku.”
Sampai
harinya tiba Gaudre akan kembali ke dunia manusia, tentu saja menghubungi kakek
tua terlebih dahulu. Sebuah kecelakaan terjadi, bukannya tiba di dunia manusia,
mereka malah terdampar di suatu tempat yang menurut Gaudre sepuluh kali lebih
suram daripada kelamnya dunia hantu.
Dia
menghubungi kakek tua dan mengerti apa yang terjadi. Pintu pembatas memiliki
data kuantitas tentang jumlah orang yang akan melewatinya. Karena Chita ikut
bersamanya dan Gaudre tidak menginformasikan ini kepada kakek tua sehingga
pintu pembatas tidak menerima mereka dan menyesatkan mereka hingga sampai ke
dimensi lain.
Mereka
sampai di dunia iblis. Dunia yang jauh lebih kejam dari dunianya manusia.
Melalui petunjuk kakek tua, Gaudre tahu bahwa mereka harus menemui juru kunci
pintu pembatas dari dunia iblis. Masalahnya lebih rumit karena manusia tidak
memiliki hak maupun diplomatik dengan setan, sementara sebaliknya, setan
memiliki hak memasuki dunia manusia sesuka hati.
“Gaudre,
jujur aku takut!”Chita mulai panik mendapati dirinya berada di suatu tempat
sangat gelap, dan suram. Gaudre bukannya tak panik, namun berpikir untuk keluar
lebih penting daripada membesar- besarkan rasa takut.
Satelit,
ketika dibangun di dunia manusia maka otomatis juga telah ada di dunia hantu maupun
setan, karena sebenarnya tempat berpijaknya sama, bumi. Jadilah Gaudre tetap
dapat berkomunikasi lancar dengan kakek tua meski sekarang ia berada di tempat
yang harusnya tak terjamah manusia.
“Jadi?”Gaudre
menginginkan solusi dari sang kakek.
“Temui
Popur, setan tentunya dan biarkan aku bicara padanya.”terang kakek yang tak
membuat Gaudre mengerti sedikitpun. Siapa Popur, bagaimana bentuknya Gaudre tak
tahu dan ia takut harus bertanya pada siapapun di tempat berkumpulnya para
setan.
“Oiya, kuingatkan membawa api kemanapun kalian
pergi. Ke manapun tanpa kecuali. Molekulnya menetralkan bau kalian dan akan
sama dengan bau tubuh setan.”entah dari mana teori itu, namun Gaudre tak bisa
menolak dalam posisi seperti sekarang.
Jadilah
Gaudre dan Chita berkeliaran di dunia iblis, dunia yang penuh makhluk dengan
garis muka bengis, rambut kemerahan, kulit khas seorang indian. Mereka hidup,
mereka berinteraksi, dan mereka mengenal teknologi.
Tentang
api, Gaudre tak mengerti bagian mananya yang menyebabkan sekarang mereka bisa
berjalan bebas dan masih hidup di tengah pasar penuh setan.
“Permisi.”Gaudre
memberanikan diri bertanya pada salah satu pedagang.
“Ya?”demi
apapun Gaudre bahkan Chita tak percaya suara setan bisa sebegitu halus dan
sopannya.
“Di
mana kami bisa menemui Popur?”
“Di
pinggir Sungai Alos kalian akan menemukan satu- satunya bangunan dan di sana
Popur tinggal.”lumayan. Pertanyaannya, di mana tepatnya Sungai Alos?
Akhirnya
setelah bertanya estafet mulai dari di mana Popur, kemudian letak Sungai Alos
secara jelas, Gaudre dan Chita menemukan keberadaan orang yang sangat dibutuhkan
pertolongannya untuk saat ini.
Tidak
sulit mencari bangunan itu karena memang satu- satunya. Singkat cerita Gaudre
dan Chita telah berada di dalam kediaman seorang Popur, lebih tepatnya presiden
di dunia Setan. Dunia mereka tidak mengenal negara dan hanya ada satu pemimpin
yang disebut Popur. Satu hal yang justru membuat Gaudre simpati dengan dunia
keiblisan, pemimpinnya sangat tidak mencerminkan seorang pemimpin dari segi
materi karena rumah dan seisinya terbilang sederhana dibanding apa yang didapat
presiden di dunia manusia.
Tidak
sulit berdiplomasi dengan seorang Popur, Gaudre cukup menyampaikan kakek tua
ingin berbicara dengannya dan ia langsung setuju.
Faktanya,
kakek tua adalah teman lama Popur ketika ia memasuki dunia manusia. Jadi ini
tak sulit. Tidak sehoror yang dipikirkan Gaudre di awal.
Tapi
tiap apapun tetap ada syaratnya dan kali ini Gaudre juga Chita akan dikirim
kembali ke dunianya masing- masing. Meski awalnya Chita protes karena ingin
mengunjungi dunia manusia, akhirnya ia menyerah. Seorang Chita menyerah?
“Tenang
saja, aku akan coba merayu kakek agar membuka jendela pembatas untukmu.”bisik
Gaudre tepat sebelum keberangkatan mereka kembali ke dunia asal.
Berakhir
petualangan Gaudre di dunia gaib dan skripsinya selesai dengan sempurna bahkan
kini dijadikan bahan acuan untuk diteliti selanjutnya, karena Gaudre tidak
hanya mengangkat kehidupan hantu namun juga bagaimana dunia iblis yang
senyatanya. Selama ini memang sangat sulit mencari informasi akurat mengenai
dunia setan karena tak adanya diplomasi antara manusia dan setan sehingga dunia
mereka masih merupakan misteri.
novel buatan mu sendiri bad??
ReplyDelete