Friday, 25 May 2012

CITY OF EARTH


Tulisan ini dibuat dengan setulus hati oleh seseorang berawal dari imaginasi dan kekayaan dan kekuatan tulisan.

“Sampah!”dan kumpulan kertas itu melayang, menghantam telak wajah memohon pemuda itu.
“Jangan kembali jika tak bisa lebih baik dari itu!” Gaudre mendengar seruan pria setengah baya, dosen pembimbingnya ditengah- tengah usahanya memungut skripsi yang kini acak- acakan.
Dengan ekspresi kecewa pemuda itu berjalan keluar dengan skripsi siap jadi di remasan tangannya.
“Aku sudah 22 tahun dan masih diperlakukan seperti bocah? Sial!”rutuk Graude Megula setelah keluar dari ruangan sang dosen pembimbing.
Dia, pemuda sial itu adalah Gaudre Megula, 22 tahun, seorang mahasiswa tingkat akhir di Universitas Gunung Agung, sebuah perguruan tinggi terkemuka yang mencetak paranormal, pemburu hantu, ahli perjodohan, peramal, diplomat Maib (Manusia- Gaib), hingga sarjana teknologi hantu paling produktif yang pernah ada.
Ia dituntut meneliti langsung kehidupan gaib, bukan hanya mendengar dari kisah pengalaman teman- teman dari fakultas paranormal maupun pemburu hantu.
Dari salah seorang teman di fakultas pemburu hantu, Gaudre menemukan sebuah nama kakek tua yang dapat membuka jendela yang menghubungkan dunia manusia dan para hantu. Biasanya ia hanya mau melakukan itu jika para diplomat Maib yang meminta. Berhubung teman Gaudre adalah cucu dari kakek tersebut, jadi ia mau melakukannya.
Jendela pembatas mengantarkan Gaudre ke sebuah gang dengan bangunan tinggi di kanan kirinya yang tersusun dari bata- bata tua. Ia menyusuri. Tata letak kotanya nyaris sama dengan di dunia manusia, hanya saja ia mengerti sekarang, para hantu di dunia gaib tidak menyentuh kediaman manusia, mereka menempati lahan kosong maupun rumah yang ditinggal setelah tiga hari. Bangunan- bangunan yang Gaudre kenali di dunia manusia telah dirubuhkan atau tinggal puing di sini berubah menjadi bangunan indah.
Para hantu memiliki pekerjaan seperti halnya manusia. Namun mereka bekerja ketika malam karena ketika siang mereka akan menjadi bening karena sinar matahari.

Secara fisik mereka juga sama dengan manusia, hanya saja sangat pucat, mata mereka hitam kelam, rambut juga sangat hitam dan tidak bercahaya. Selebihnya tak ada yang berbeda.
Fashion di dunia gaib sedikit berbeda dengan manusia. Mereka lebih suka memakai pakaian tertutup seperti mantel, jas, dress semata kaki, pokoknya apa saja yang menutupi hingga pergelangan tangan dan mata kaki mereka. Semua termasuk pemain para publik figur. Mungkin efek dari nuansa malam yang dingin.
Selama di sana Gaudre tinggal di kostannya yang di dunia manusia karena memang kosong ia tinggalkan, dan itu berarti bisa dipakai ketika di dunia gaib. Ia hanya perlu memakai bedak tebal, soft lence paling gelap, dan sering memakai topi.
Kemudian dia berperan sebagai mahasiswa seperti biasa di Universitas Gaib Agung untuk bisa mengetahui lebih banyak tentang dunia gaib.
Tak ada sistem absen di dunia gaib, memudahkan penyamaran Gaudre. Di dunia gaib, kuliah berfungsi untuk menambah ilmu pengetahuan bukan untuk sebuah titel seperti tujuan kuliah di dunia manusia.
Ketika seorang dosen memberikan pertanyaan gaudre dapat menjawab dengan sempurna. Kemudian ada pembagian kelompok kerja. Ia sekelompok dengan dua orang cowok bernama Zuya dengan mantel abu- abu tebal dan rambut jabrik sedikit mencontoh anime, Hopa yang tampak kalem dengan kacamata oval dan rambut shaggy style, ia lebih suka menggunakan blazer hitam menutupi kemeja kotak- kotaknya, dan seorang lagi adalah Chita, cewek yang tampaknya sangat banyak bicara, rambut sepunggungnya diberi layer di mana- mana membuatnya seperti menjungkit, gadis itu tampak lucu dengan terusan hitam selutu yang tertutup mantel coklat di luarnya juga sepatu boat sebetis berwarna coklat.
“Kau bukan hantu, kan?”kudengar seseorang berbisik di telingaku. Ternyata gadis bacot itu yang berbicara. Mataku melotot kaget. Bagaimana dia bisa tahu?
“Tak ada mahasiswa hantu yang pernah menjawab pertanyaan dosen sebelumnya. Dan kau yang pertama.”jelasnya kemudian tersenyum jahil pada Gaudre yang masih shock juga takut akan nasibnya ke depan.
Gaudre terus mengelak sementara Chita terus ngotot dan menatap intens padanya ketika sedang kerja kelompok di rumah Hopa. Rumah keluarga hantu ternyata sama saja dengan manusia, ada foto- foto keluarga, keramik, sofa, perlengkapan dapur, mereka memiliki miniatur tokoh kartun favorit. Yang berbeda, lampu berguna hanya sebagai hiasan, mereka dapat melihat dengan baik dalam gelap dan ini cukup membuat Gaudre kewalahan karena manusia kesulitan melihat dalam gelap, sebaliknya hantu bukannya tidak bisa hidup di siang hari, namun mereka memiliki kesulitan tertentu seperti halnya manusia ketika di tengah malam.
Makanan para hantu sama dengan seorang animalian. Mereka tidak memakan tumbuhan namun berbeda dengan kasus minum, mereka tetap cinta coklat hangat, kopi, bahkan jahe. Gaudre sedikit senang para hantu tidak mengonsumsi darah ataupun daging mentah, seperti yang sering ditayangkan di bioskop2 film hantu.
Untung saja Gaudre seorang insomnia, karena di dunia gaib jam tiga malam dianggap jam tiga sore.
Arah kostan Gaudre searah dengan Chita dan ini cukup membuat Gaudre sebal karena gadis hantu itu terus bertanya tentang keabsahan Gaudre sebagai hantu. Masih diperparah hujan tumpah. Terpaksa mereka berlindung di emperan toko yang sudah tutup karena waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Beberapa toko memang masih buka, seperti toko 24 jam. Jalanan sudah lumayan sepi, hanya tersisa satpam yang sedang berkeliling, beberapa anak berandal, orang- orang di cafe dan club malam, dan mereka berdua yang terjebak hujan.
Matahari sudah di ufuk timur dan Chita tampak tidak senang dengan silau fajar.
“Gaudre! Wajahmu!”tiba- tiba gadis itu memekik sambil menatap wajah Gaudre dengan saksama. Gaudre tahu apa yang terjadi. Pasti bedaknya luntur terhapus hujan. Dengan satpam berkeliling dan berandalan sedang berkeliaran, ia khawatir menjadi mangsa mereka dan tertangkap. Gaudre sama sekali tidak tahu apa konsekuensinya.
Ternyata Chita perduli pada Gaudre meski tak tahu apa alasan Gaudre menyamar dan memasuki dunianya. Dengan sukarela dia memberikan bedaknya untuk Gaudre pakai, mereka memosisikan diri menghadap etalase toko seolah sedang berbincang pribadi.
Hujan tak kunjung reda, kota sudah sangat sepi, dan semakin terang menyilaukan. Chita tak membawa kacamatanya hingga dia sulit melihat dan sekarang wajahnya bening tembus pandang memperlihatkan tengkorak kepalanya.
Karena kostan Gaudre tidak jauh dari tempat mereka sekarang berteduh, mereka memutuskan berdiam dikostan Gaudre lebih aman.
Chita tampak senang dengan semua hal berbau manusia di kamar Gaudre.
“Tenang saja. Aku memang banyak bicara, tapi tidak untuk rahasia sebesar ini.”aku Chita karena melihat Gaudre tidak nyaman dengan keberadaannya.
Akhirnya malah Gaudre menceritakan alasan ia berada di dunia gaib. Dia juga mendapat banyak informasi penting tentang kehidupan hantu. Hantu bukanlah roh orang mati yang tersesat atau apapun tentang kematian, mereka tercipta bersama dengan terciptanya manusia meski dunia mereka terpisah. Toh hantu bisa mati juga. Hantu memiliki hukum yang melarang memasuki dunia manusia kecuali untuk hubungan diplomatik.
“Kalau memang ada hukum yang melarang, bagaimana mungkin banyak pemburu hantu yang menemukan keberadaan hantu mengganggu manusia?”tanya Gaudre mengingat pengalaman para pemburu hantu yang harus bekerja keras membasmi hantu yang menyebalkan.
“Itu sebenarnya adalah para buronan. Biasanya mereka melarikan diri ke dunia manusia. Mengurus buronan di dunia gaib saja sudah kewalahan, malah harus mengurus yang kabur ke dunia manusia. Pihak keamanan cukup terbantu dengan adanya para pemburu hantu.”
“Bagaimana bisa mereka memasuki dunia manusia? Bukankah ada pintu pembatas?”
“Hantu bisa memasuki dunia manusia tanpa melewati pintu pembatas, tapi mereka akan kehilangan sebagian jiwa mereka. Oleh karenanya mereka menjadi tak terlihat dan hanya bisa mengganggu seadanya. Tapi yang benar- benar kuat masih bisa menampakkan diri meski akan kehilangan banyak energi setelah melakukannya di hadapan manusia.”
Teknologi hantu tak kalah canggih dengan manusia. Mereka memiliki seluler, laptop, hingga kendaraan bermotor.
Chita mencoba memakan spageti dan beberapa makanan manusia, hingga sayuran. Dan dia suka. Ternyata tak apa hantu makan sayuran, ataupun minuman dingin. Hanya karena mereka beraktivitas di malam hari jadi lebih suka makanan yang menghangatkan. Tapi berhubung saat itu siang hari dan cuaca sedang panas- panasnya, Chita mencicipi minuman soda dan memakan spageti instan.
Kehidupan kuliah di dunia gaibnya aman- aman saja. Tiap mahasiswa bebas memilih jurusan dan fakultasnya, yang melihat lulus atau tidak mereka dan mendapat gelar adalah skripsinya. Langsung membuat skripsi juga tak apa tanpa kuliah dulu, yang penting mereka bisa bertanggung jawab dan sangat mengerti dengan skripsi mereka ketika sidang.
Jadi Gaudre dengan leluasa belajar di sana, dalam sehari bisa saja dia berada di kelas yang berbeda- beda. Seperti petang itu dia berada di kelas Hubungan Maib, tengah malamnya di kelas Hukum, kemudian subuh di kelas Sospol. Itu mempermudahnya mengetahui seluk beluk dunia pergaiban, mulai dari pendidikan, karir, tatanan bahasa, kenegaraan, budaya, hingga hukum nikah dan perlindungan anak dan wanita.
“Gaudre, aku ingin melihat langsung dunia manusia.”kata Chita suatu hari di tengah- tengah acara masak Gaudre yang dipaksa memasak buncis santan oleh gadis itu.
“Jangan bercanda. Kau tak tahu konsekuensi dan seberapa berbahayanya dunia manusia bagimu.”
“Kau juga tak tahu seberapa berbahayanya berada di dunia gaib, tapi toh tetap datang.”cibir Chita kemudian menyeruput jus jeruknya.
“Manusia berbeda. Mereka tipe yang selalu ingin tahu urusan orang lain.”
“Hantu juga begitu. Hanya saja aku terlalu baik dan tidak mengatakan apapun pada siapa pun tentang identitasmu.”
“Tetap saja berbeda. Bagaimana jika seseorang melihat wajahmu bening tertimpa sinar matahari? Kau bisa dikira mengidap penyakit langka, atau malah dimuseumkan karena dikira makhluk langka.”Gaudre sengaja memberikan gambaran hal- hal terburuk untuk mematahkan niat Chita untuk pergi ke dunia manusia.
“Kan ada kau. Aku ikut kau saja ketika kembali ke duniamu. Pokoknya aku ikut. Kau harus tahu berterima kasih karena aku sudah sangat menjaga rahasiamu selama ini.”gadis itu mulai pintar mengancam.
“Jadi kau meminta pamrih?”sindir Gaudre sengit.
“Terserahlah apa namanya, aku ikut.”
“Terserah kau sajalah. Aku tidak tanggung akibatnya kau bermain- main di duniaku.”
Sampai harinya tiba Gaudre akan kembali ke dunia manusia, tentu saja menghubungi kakek tua terlebih dahulu. Sebuah kecelakaan terjadi, bukannya tiba di dunia manusia, mereka malah terdampar di suatu tempat yang menurut Gaudre sepuluh kali lebih suram daripada kelamnya dunia hantu.
Dia menghubungi kakek tua dan mengerti apa yang terjadi. Pintu pembatas memiliki data kuantitas tentang jumlah orang yang akan melewatinya. Karena Chita ikut bersamanya dan Gaudre tidak menginformasikan ini kepada kakek tua sehingga pintu pembatas tidak menerima mereka dan menyesatkan mereka hingga sampai ke dimensi lain.
Mereka sampai di dunia iblis. Dunia yang jauh lebih kejam dari dunianya manusia. Melalui petunjuk kakek tua, Gaudre tahu bahwa mereka harus menemui juru kunci pintu pembatas dari dunia iblis. Masalahnya lebih rumit karena manusia tidak memiliki hak maupun diplomatik dengan setan, sementara sebaliknya, setan memiliki hak memasuki dunia manusia sesuka hati.
“Gaudre, jujur aku takut!”Chita mulai panik mendapati dirinya berada di suatu tempat sangat gelap, dan suram. Gaudre bukannya tak panik, namun berpikir untuk keluar lebih penting daripada membesar- besarkan rasa takut.
Satelit, ketika dibangun di dunia manusia maka otomatis juga telah ada di dunia hantu maupun setan, karena sebenarnya tempat berpijaknya sama, bumi. Jadilah Gaudre tetap dapat berkomunikasi lancar dengan kakek tua meski sekarang ia berada di tempat yang harusnya tak terjamah manusia.
“Jadi?”Gaudre menginginkan solusi dari sang kakek.
“Temui Popur, setan tentunya dan biarkan aku bicara padanya.”terang kakek yang tak membuat Gaudre mengerti sedikitpun. Siapa Popur, bagaimana bentuknya Gaudre tak tahu dan ia takut harus bertanya pada siapapun di tempat berkumpulnya para setan.
 “Oiya, kuingatkan membawa api kemanapun kalian pergi. Ke manapun tanpa kecuali. Molekulnya menetralkan bau kalian dan akan sama dengan bau tubuh setan.”entah dari mana teori itu, namun Gaudre tak bisa menolak dalam posisi seperti sekarang.
Jadilah Gaudre dan Chita berkeliaran di dunia iblis, dunia yang penuh makhluk dengan garis muka bengis, rambut kemerahan, kulit khas seorang indian. Mereka hidup, mereka berinteraksi, dan mereka mengenal teknologi.
Tentang api, Gaudre tak mengerti bagian mananya yang menyebabkan sekarang mereka bisa berjalan bebas dan masih hidup di tengah pasar penuh setan.
“Permisi.”Gaudre memberanikan diri bertanya pada salah satu pedagang.
“Ya?”demi apapun Gaudre bahkan Chita tak percaya suara setan bisa sebegitu halus dan sopannya.
“Di mana kami bisa menemui Popur?”
“Di pinggir Sungai Alos kalian akan menemukan satu- satunya bangunan dan di sana Popur tinggal.”lumayan. Pertanyaannya, di mana tepatnya Sungai Alos?
Akhirnya setelah bertanya estafet mulai dari di mana Popur, kemudian letak Sungai Alos secara jelas, Gaudre dan Chita menemukan keberadaan orang yang sangat dibutuhkan pertolongannya untuk saat ini.
Tidak sulit mencari bangunan itu karena memang satu- satunya. Singkat cerita Gaudre dan Chita telah berada di dalam kediaman seorang Popur, lebih tepatnya presiden di dunia Setan. Dunia mereka tidak mengenal negara dan hanya ada satu pemimpin yang disebut Popur. Satu hal yang justru membuat Gaudre simpati dengan dunia keiblisan, pemimpinnya sangat tidak mencerminkan seorang pemimpin dari segi materi karena rumah dan seisinya terbilang sederhana dibanding apa yang didapat presiden di dunia manusia.
Tidak sulit berdiplomasi dengan seorang Popur, Gaudre cukup menyampaikan kakek tua ingin berbicara dengannya dan ia langsung setuju.
Faktanya, kakek tua adalah teman lama Popur ketika ia memasuki dunia manusia. Jadi ini tak sulit. Tidak sehoror yang dipikirkan Gaudre di awal.
Tapi tiap apapun tetap ada syaratnya dan kali ini Gaudre juga Chita akan dikirim kembali ke dunianya masing- masing. Meski awalnya Chita protes karena ingin mengunjungi dunia manusia, akhirnya ia menyerah. Seorang Chita menyerah?
“Tenang saja, aku akan coba merayu kakek agar membuka jendela pembatas untukmu.”bisik Gaudre tepat sebelum keberangkatan mereka kembali ke dunia asal.
Berakhir petualangan Gaudre di dunia gaib dan skripsinya selesai dengan sempurna bahkan kini dijadikan bahan acuan untuk diteliti selanjutnya, karena Gaudre tidak hanya mengangkat kehidupan hantu namun juga bagaimana dunia iblis yang senyatanya. Selama ini memang sangat sulit mencari informasi akurat mengenai dunia setan karena tak adanya diplomasi antara manusia dan setan sehingga dunia mereka masih merupakan misteri.

1 comment: